Total Pageviews

About Me

My Photo
nicemedicine
Sek.Keb.Tmn Seri Gombak, Sek.Men.(A) Al-Basriah, Sek.(A) Men. Tengku Ampuan Rahimah, Sek.(A) Men. Rawang, Sek.Men.Keb Hillcrest, MRSM Kuantan, Kolej Matrikulasi Johor, UiTM, UKM-UNPAD.
View my complete profile

Popular Posts

Labels

Your Voice


ShoutMix chat widget

Followers

Sunday 2 January 2011

Muhasabah Awal Tahun 1432 Hijriyah

image681611x

Hakikatnya, pergantian tahun tidak ada bedanya dengan pergantian bulan, minggu, hari, jam, atau detik. Bagi seorang muslim, semua pergantian waktu itu harus disikapi dengan sikap yang sama: memperkuat dzikrullah, mengingat Allah ta’ala.

Inilah yang disyaratkan Allah ta’la dengan firman-Nya,

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran, 3: 190 – 191)

Terlebih lagi bagi kita bangsa Indonesia, dimana pergantian tahun datang setelah melewati masa ujian bencana alam yang cukup berat. Banjir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta.

Memahami hakikat ini, setiap kita hendaknya mau meluangkan waktu untuk tadzakkur (merenung) dan tafakkur (berpikir). Menyegarkan kembali ruhul ibadah, dengan membiarkan tetesan khauf (takut) membasahi qalbu. Menghirup sejuknya raja’ (berharap), tawakkal (berserah diri), dan  khusyu’ (tunduk), dengan raghbah (penuh minat), dan rahbah (cemas).

Pergantian waktu ini, hendaknya kita gunakan untuk inabah (kembali), isti’anah (memohon pertolongan), isti’adzah (memohon perlindungan), dan  istighotsah (memohon pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan) kepada Allah Ta’ala.

Mari kita bercermin. Adakah ruhani kita tumbuh subur, ataukah kering kerontang? Nafsu manakah yang menguasai jiwa, apakah nafsu amarah bi-shu—yang selalu mendorong pada kejahatan—, nafsu lawwamah—yang mengombang-ambing dalam kebaikan dan kejahatan, ataukah nafsu muthmainnah—yang menentramkan jiwa dalam kebaikan dan ketaatan pada Allah Ta’la ?

Pergantian tahun ini hendaknya menyadarkan kita, tentang pentingnya ri’ayah ma’nawiyah, pemeliharaan maknawi, agar kita terhindar dari penyakit al-wahn  (kelemahan jiwa), hubbud dunya wa karohiyatul maut, cinta dunia dan takut mati; menyadarkan kita tentang perlunya jiwa mendapat al-ghida (gizi) yang cukup, berupa ibadah yang dibarengi ruh, bukan sekedar rutinitas dan seremonial belaka; menyadarkan kita tentang perlunya jiwa yang sakit mendapatkan asy-syifa (pengobatan), berupa taubat dan istighfar.

Setahun telah berlalu…

Ada 1700 peluang kewajiban shalat berjamaah. Ia sama dengan 6018 rakaat. Ada peluang 5300 rakaat sunnat rawatib dan witir, ada peluang 420 rakaat qiyamullail, tarawih dan tahajjud…

Berapa banyak peluang di atas yang kita lakukan secara berjamaah? Berapa kali kita shalat berjama’ah di masjid pada barisan pertama? Seberapa besar tingkat kekhusyuan kita dalam shalat-shalat itu? Adakah semua peluang itu mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala?

Ada peluang 92 hari untuk berpuasa Senin dan Kamis, 30 hari peluang berpuasa ayyamul bidh, 1 hari puasa Tasu’a dan 1 hari puasa Asyura

Berapa hari kita isi peluang-peluang itu dengan berpuasa? Berapa banyak kita memanfaatkan fadhilah-nya?

Ingatlah bahwa kekasih kita, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

“Barang siapa yang shoum (berpuasa) satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh tujuh puluh musim”.(HR. Bukhari).

Ada peluang 12 kali khatam Al-Qur’an, adakah kita menyempurnakannya dan melakukan tadabbur (perenungan) terhadapnya? Sedangkan satu kali khatam sama dengan 305 juta kebaikan!

Ada peluang 130.000 sedekah wajib yang dapat engkau pergunakan, sebab Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاس عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ

“Setiap ruas tulang pada manusia wajib atasnya shadaqah dan setiap hari terbitnya matahari di mana seseorang mendamaikan antara manusia maka terhitung sebagai shadaqah”.(Bukhari Kitab).

Adakah kita telah menunaikan dan memenuhinya? Atau mengupayakannya semaksimal mungkin atau mendekati maksimal? Atau adakah kita telah bertekad dan berniat?

“Beruntung sekali bagi seseorang yang menemukan banyak istighfar dalam lembaran amalnya”.

Ada peluang 50 pekan di mana kita dapat merealisasikan silaturahim dan mengunjungi kerabat, berbakti kepada orang tua, mengunjungi orang sakit dan memenuhi berbagai kepentingan kaum muslimin…

Berapa banyak kita dapat menemukan amal-amal ini? Berapa banyak amal-amal ini yang kita lakukan secara ikhlas karena Allah dan tidak tercampur oleh syahwat nafsu atau kompetisi dengan orang lain, atau mengejar popularitas atau gegap gempitanya media, atau ikut-ikutan kepada sufaha (orang-orang yang bodoh dan tidak memperhitungkan akhirat)?

Kemudian, coba kita lihat amal yang sudah kita lakukan, berapa besar ukurannya? Berapa berat timbangannya, dan berapa banyak pengaruhnya?

Bandingkan antara kebaikan dan keburukan kita? Lalu lihat, berapa banyak kebaikan yang kita tinggalkan dan berapa banyak pula yang kita dapatkan?

Ingatlah kepada ucapan Ibnu Mas’ud RA, “Saya tidak pernah menyesali sesuatu yang seperti penyesalanku kepada suatu hari di mana matahari terbenam yang menjadi pertanda ajalku berkurang sementara amalku tidak bertambah”

Wahai Rabb kami, sungguh kami telah menzalimi diri. Seandainya Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami. Sungguh kami termasuk orang merugi…

Diambil dari Majalah Al-Intima. Kepada mahasiswa Malaysia di Jatinangor boleh dapatkan majalah ini di toko buku Arafah setiap bulan pada harga Rp6000. murah pisan euy..

Friday 31 December 2010

Displin Dalam Ikhtilat

kapel_thumb[1]

Soalan

Saya telah berkenalan dengan seorang pemuda yang alim dan warak orangnya. Dia banyak memberi nasihat dan panduan agama kepada saya. Sejak berkenalan dengannya, saya telah banyak berubah. Saya mengikuti nasihatnya agar menutup aurat dengan sempurna dan tidak meninggalkan solat lima waktu. Saya dapat rasakan ada perasaan indah yang timbul dalam hati sanubari saya terhadapnya. Saya selalu berangan-angan agar dapat bersamanya sebagai suami isteri suatu hari nanti. Ustaz, apakah yang saya lakukan ini dalam keredaan Allah? Tidakkah saya berubah kerana pemuda tersebut, bukan sepenuhnya kerana Allah SWT? Bagaimana untuk memastikan agar saya sentiasa berada di landasan yang betul?
Terima kasih atas kesudian ustaz menjawab persoalan ini

Jawapan

Tahniah, kerana bertemu dengan pemuda yang alim dan warak. Dalam hal yang melibatkan hubungan lelaki dan wanita, Islam cukup teliti dan sering dituduh sebagai ‘konservatif' dari kacamata barat. Hakikatnya, Allah maha bijaksana dan amat mengetahui baik dan buruk untuk manusia di dunia dan akhirat.

Justeru, jika dilihat dari apa yang telah meresapi hati saudari, bolehlah di katakan saudari sudah ‘jatuh hati' kepada si pemuda tadi serta memasang niat baik untuk mempersuamikannya. Sebagai manusia biasa, ia sememangnya satu niat dan perasan yang sukar di tolak. Bagaimanapun, saudari perlulah mengawal semua batasan perhubungan dengan pemuda tadi bagi mendapat keredhaan Allah. Tindakan berikut perlulah saudari lakukan :-

1) Meluahkan hasrat secara berselindung tetapi boleh di fahami kepada pemuda tadi untuk membina "rumahtangga" bersama. Ia berdasarkan tindakan Khadijah yang menggunakan orang tengah, dan juga seorang wanita lain yang tanpa segan silu menyatakan hasratnya kepada baginda SAW. Imam Al-Bukhari di dalam sohihnya meletakkan satu bab bertajuk " Wanita mendedahkan / menawarkan dirinya kepada lelaki Soleh" (Rujuk Kitab Nikah); juga terdapat satu riwayat bahawa Anas r.a berkata di sisi anak perempuannya :

Ertinya : "telah datang seorang wanita kepada Rasulullah SAW lalu menawarkan dirinya (untuk menjadi isteri baginda) ; berkatalah wanita itu : " Adakah dikau punyai hajat kepadaku? " ; maka anak perempuan Anas menyampuk : " Alangkah kurangnya malu si wanita itu dan amat malunya perbuatannya " ; maka Anas menjawab : " Dia lebih baik darimu, ia berkehendakkan Nabi SAW lalu menawarkan dirinya kepada baginda SAW" ( Sohih Al-Bukhari, 7/17 ).

Imam Ibn Hajar menegaskan tiada catatnya wanita menawarkan dirinya untuk menjadi isteri kepada seorang lelaki ( Fath al-Bari, 9/175 ).

Justeru, jangan terlalu terpengaruh kononnya orang wanita tidak boleh melamar si pemuda yang baik lagi warak. Teruskan hasrat dan jangan bertangguh dalam melakukan hal yang baik. Malah Khawlah bt Hakim adalah dari kalangan wanita yang menawarkan dirinya kepada Nabi SAW ( Sohih al-Bukhari, 7/15)

2) Saudari diizinkan untuk menjemput pemuda itu ke rumah saudari bagi memperkenalkannya kepada kedua Ibu bapa saudari. Syaratnya, mestilah dengan kewujudan ibu bapa atau ‘wali' lain di dalam majlis itu. Saudari dibenarkan untuk berada bersama di ruang tamu (dengan menutup aurat lengkap) dan tidak perlulah bersembunyi di dalam bilik. Ia berdasarkan hadith-hadith yang mengizinkan lelaki dan wanita yang berniat untuk kahwin, bagi mengenali dengan lebih dekat bakal pasangan masing-masing.

Antaranya dalilnya : "telah datang kepada Nabi SAW seorang lelaki lalu menceritakan bahawa ia ingin memperisterikan seorang wanita Ansar, maka Nabi bersabda : "Adakah kamu telah melihatnya? : "Belum jawabnya" ; Nabi menjawab :

Ertinya : "Pergilah kamu melihatnya kerana di mata wanita Ansar ada sesuatu (tanda)" ( Riwayat Muslim).

Juga pesan Nabi kepada Mughirah bin Syu'bah selepas mengetahui ia ingin meminang seorang wanita : " Pergilah melihatnya, sesungguhnya ia lebih menjamin berkekalannya - bagi menilai kesesuaian- (perkahwinan) kamu berdua" ( Riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, Ibn Hibban ; Hasan menurut At-Tirmidzi no 1087, cet Maktabah al-Ma'arif ; Sohih menurut Albani ).

Perlu diingat bahawa melihat bukan hanya dengan mata, tetapi ia juga membawa maksud suatu meninjau sikap, budi bahasa, cara hidup dan apa-apa info yang dapat menambahkan ketepatan pemilihan pasangan (kecuali yang HARAM dibuat dan dilihat). (Fiqh as-sunnah, Sayyid Sabiq, 2/23 dengan tambahan, Nizom al-Usrah, Dr Muhd ‘Uqlah, 1/206)

3) Jangan bertangguh atau berhubung tanpa ikatan sah terlampau lama, ( Nizom al-Usrah, 1/216) kerana ia amat mudah membawa keapda yang haram. Perihal berangan-angan saudari tadi juga bukanlah sesuatu yang baik untuk diteruskan. Nabi SAW menyatakan :

Ertinya : " Tidak dilihat (penyelesaian) bagi dua orang yang cinta-mencintai kecuali NIKAH " ( Riwayat Ibn Majah, al-Hakim, sohih menurut al-Hakim, As-Suyuti , Al-Jami' As-Soghir, no 7361, 4/397 cet Jahabersa).

Syeikh Al-Munawi menegaskan ubat yang terbaik bagi pasangan yang sedang asyik bercinta dan kasih adalah Nikah ( Faidhul Qadir, 5/294)

4) Jangan menghebahkan kepada awam sekali mana belum di ijab kabulkan, kerana ikatan ‘janji untuk berkahwin' boleh membawa fitnah dengan mudah. Ia juga boleh terungkai dengan beberapa cabaran semasa pertunangan. ( Nizom al-Usrah Fil Islam, 1/214)

5) Jangan bertemu berdua-duaan di luar, sama ada di tempat terbuka atau tertutup, kecuali diiringi mahram lelaki yang telah dewasa dan mampu menilai baik buruk menurut Islam. Saya nyatakan begini kerana ramai juga mahram lelaki yang ‘merapu' dan tidak langsung punyai ilmu tentang batas hubungan lelaki wanita menurut Islam. Kehadiran orang seperti ini, akan membiarkan maksiat berlaku di antara dua insan tadi, oleh itu individu sepertinya tidak mencukupi syarat yang ditetapkan Islam.

6) Mengurangkan komunikasi yang tidak berkenaan, serta mengawal isi kandungan perbincangan dari yang membawa syahwat. Mengetahui hati budi bakal pasangan menggunakan alatan media elektronik seperti email, surat dan sms lebih baik dari bercakap dalam banyak keadaan (kerana mendengar suara mudah menaikkan syahwat). Bagaimanapun, saya tidak menafikan email, surat dan sms juga boleh menaikkan syahwat, tetapi saya kira secara ‘verbal' lebih mudah.

7) Kerana perbicaraan adalah panjang dan dalil amat banyak, ringkasan perkara perlu ( semuanya menurut dalil al-Quran & Al-hadith) dijaga seperti berikut :-

  1. Haram bersentuh, menyentuh satu sama lain.
  2. Haram ber"dating" dan berkapel tanpa disertai mahram yang thiqah.
  3. Haram berbicara dan bersembang dengan syahwat sama ada sms, phone, chat, mesengger.
  4. Awas fitnah masyarakat sekeliling.
  5. Awas fitnah dalam diri anda dan pasangan.
  6. Haram melihat kepada aurat masing-masing.
  7. Awas daripada bertukar gambar.
  8. Awas daripada hebahan umum sebelum di ijab kabul.

Ingatlah wahai anak-anak muda sekalian, sebarang perilaku 'ringan-ringan' dan dosa yag dikerjakan dalam hubungan sewaktu pertunangan boleh memberikan serba ringkas gambaran bagaimana tingkah laku pasangan selepas berkahwin. Jika semasa berpacaran dia suka meraba-raba, demikian jugalah dia apabila sudah berkahwin kelak (kecuali sesudah dia bertaubat sebenar-benar taubat). Malangnya bukan dengan isteri atau suaminya selaku pasangannya yang halal, tetapi dengan individu lain sebagaimana tergamak dia melakukannya dengan isteri dan suaminya sebelum mereka kahwin. Baca lanjut di sini

Sekian, Wallahu'alam.

Ust Zaharuddin Abd Rahman

Monday 27 December 2010

10 Perkara yang sia-sia

Erm.. Sudah lama ana tidak membuat artikel. InsyaAllah, kali ini ana akan memberi sedikit pengisian ringkas. Ana akan memberi sedikit nasihat yang diambil dari nasihat Ibn Qayyim Al-Jauziah. Salah seorang ilmuwan islam yang masyhur yang ana segani.

Ibn Qayyim Al-Jauziyah adalah seorang murid kepada Syaikh Al-Islam Ibn Taimiyyah. Beliau hidup sekitar akhir abad keenam Hijrah dan awal abad ketujuh Hijrah. Beliau terkenal dengan beberapa buah kitab yang terkenal seperti Al-Fawaid, Zad Al-Ma’ad, Ath-Tib An-Nawawi dan banyak lagi.

Beberapa kitabnya yang ana miliki seperti Madarij As-Salikin, Hadi Al-Arwah ila Bilad Al-Afrah, Ad-Da’u wa Ad-Dawa’ dan beberapa lagi. Boleh pinjam bagi sesiapa yang ingin pinjam.

Ada sebuah komentar dari Ai-Tafahno tentang Ibn Qayyim Al-Jauziyah.

Jika Ibn Taimiyyah tidak meninggalkan warisan kecuali Ibn Qayyim sebagai muridnya, maka hal itu sudahlah cukup bagi Ibn Taimiyyah

anak-soleh

10 perkara yang sia-sia, tidak boleh diambil apa-apa manfaat daripadanya

  1. Ilmu yang tidak diamalkan
  2. Amalan yang tiada keikhlasan padanya
  3. Harta yang tidak diinfaq; orang yang mengumpulnya tidak dapat menikmatinya di dunia, di akhirat pula harta itu tidak dapat menyelamatkan pengumpulnya.
  4. Hati yang kosong dari perasaan cinta dan rindu kepada Allah
  5. Tubuh badan yang tidak digunakan untuk mentaati Allah dan berkhidmat kepada agama-Nya
  6. Cinta yang tidak diasaskan pada mencari keredhaan Allah dan mematuhi suruhan-Nya
  7. Masa yang tidak digunakan untuk memperbaiki kesilapan lalu atau merebut peluang berbuat kebaikan atau mendekatkan diri kepada Allah
  8. Fikiran yang menerawang menjelajahi perkara-perkara yang tidak berfaedah

  9. Berkhidmat kepada seseorang atau sesuatu yang tidak mendekatkan kamu kepada Allah dengan perkhidmatan itu serta tidak mendatangkan kebaikan kepada duniamu

  10. Kamu takut atau berharap kepada seseorang yang ubun-ubunnya berada di dalam genggaman Allah. Orang yang kamu takut atau berharap itu sendiri terpenjara di dalam kekuasaan-Nya, tidak memiliki kuasa untuk memberi mudarat atau manfaat kepada dirinya, tidak mempunyai kuasa untuk mematikan, menghidupkan dan membangkitkan kembali selepas mati.

Semoga bermanfaat. Semoga kita jadi anak yang soleh

 

Tuesday 14 December 2010

Ibadah Bukan Hanya Mengikut Musim

Acapkali kita perhatikan di sekeliling kita, sebahagian manusia hanya beribadah mengikut musim-musim tertentu. Sebagai contoh, puasa di bulan-bulan haram, beribadah di bulan Ramadhan dan sebagainya. Namun di bulan-bulan, ibadah mereka kelihatan kosong tanpa amal. Seolah-olah ibadah hanya pada musim-musim tertentu sahaja.

solatsequance-solat

Seharusnya, ibadah seorang muslim itu harus berterusan sehingga ajal tiba dan bukan hanya pada waktu-waktu tertentu. Ini kerana Allah menjadikan hidup dan mati kita rahsia adalah kerana ingin menguji siapa paling tinggi amalnya.

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al-Mulk : 2)

Memang di akui bahawa pada waktu-waktu tertentu ada kelebihan atau fadhilat andai kita lakukan sesuatu ibadah, akan tetapi tidah seharusnya kita melakukan ibadah itu pada waktu itu sahaja seperti hanya qiamullail pada bulan ramadhan. Selesai sahaja ramadhan, maka qiamullail pun selesai dan tunggu tahun hadapan

Analogi yang mudah, seorang pelajar perubatan harus fokus dan belajar bersungguh-sungguh untuk mendapatkan keputusan yang cemerlang.Beliau harus belajar mengikut jadual yang telah ditetapkan dan tidak hanya belajar pada saat-saat terakhir.

Apa kesannya sekiranya belajar pada saat-saat akhir? Semestinya keputusan kurang cemerlang dan tidak memberansangkan. Malah ada kemungkinan gagal untuk subjek tertentu.

“Relakslah kita santai. Past year. Tak perlu nak studi awal-awal” adalah ucapan yang selalu kita dengar.

Apa yang terjadi sekiranya soalan-soalan ‘past yeat’ tak keluar? Kalau keluar dan dapat keputusan cemerlang, bagaimana pula masa klinikal nanti? Silap-silap kene maki hamun dengan doktor sebab banyak tak tahu.

Pelajar yang cemerlang akan belajar sejak dari awal lagi dan akan mempertingkatkan usaha apabila menjelang peperikasaan. MDE, OSCE dan OSOCA semua sudah siap sedia dari awal.

Habis sahaja satu sistem, terus sudah ‘master’ dalam MDE, OSCE dan OSOCA.

Begitu juga dengan ibadah. Ibadah bukan hanya waktu-waktu tertentu. Ibadah harus dilakukan secara berterusan dan harus ditingkatkan sekiranya tiba waktu-waktu tertentu seperti halnya dalam belajar.

Rasullulah sendiri sentiasa qiamullail. Apabila tiba bulan ramadhan, maka beliau akan tingkatkan lagi qiamullailnya. Malah beliau akan mengejutkan keluarganya agar bangun dan qiamullail.

Ada sebuah hadith yang selalu kita dengar.

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang berterusan walaupun itu sedikit

Yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.

Seharusnya kita terus mujahadah demi mendapatkan syurga Allah taala dan memperbaharui iman kita. Kita harus sedar bahawa tujuan kita di ciptakan di dunia adalah hanya untuk beribadah kepada Allah

Beribadah kepada Allah adalah matlamat kehidupan kita. Itulah lafaz ikrar setiap kali kita solat samada kita sedar atau tidak.

p/s : Doakan agar ana membuat seperti apa yang ana cakap. ana takut, ana ajak orang buat kebaikan tapi pada masa sama anda sendiri tidak buat. ini adalah sikap yang sangat di cela oleh Allah.

p/s : Peperiksaan dah dekat, semangat-semangat untuk belajar. Tetapkan matlamat dan tujuan dengan betul.

p/s : Alhamdulillah sakit sudah surut. Jazakallah khairan kepada semua yang doakan dan beri nasihat pada diri ini. Ana sayang kalian.

Saturday 11 December 2010

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Puasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“[1].

Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan[2].

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

- Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya[3], dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda,
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu“[4].

- Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).” [5]

- Adapun hadits,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“[6], maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram[7].

- Sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya[8].

- Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa álaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi  Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka“[9]. Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram[10].

- Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu[11].

***

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthoni, M.A.
Artikel www.muslim.or.id


[1] HSR Muslim (no. 1163).

[2] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/341).

[3] Dalam HSR al-Bukhari (no. 1900) dan Muslim (1130).

[4] HSR Muslim (no. 1162).

[5] HSR Muslim (no. 1134).

[6] HR Ahmad (1/241), al-Baihaqi (no. 8189) dll, dalam sanadnya ada perawi yang bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia  sangat buruk hafalannya (lihat Taqriibut Tahdziib hal. 493). Oleh karena itu syaikh al-Albani menyatakan hadits ini lemah dalam Dha’iful Jaami’ (no. 3506).

[7] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/385).

[8] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam as-Syarhul Mumti’ (3/101-102).

[9] Semua ini disebutkan dalam HSR al-Bukhari (3216) dan Muslim (1130).

[10] Lihat keterangan syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/412).

[11] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/329).

Tuesday 7 December 2010

Bersederhana Dalam Bergurau

“Touching lah kau ni. Nak bergurau sikit pun tak boleh” kata Si A

Dalam waktu yang lain, Si B bergurau dengan Si A pula. Namun ucapan Si A ketika Si B tengah bergurau adalah “ aku sekarang dah lah tengah hot. karang tak pasal-pasal pula ada yang kene marah”

Si B terpinga-pinga. Dia bermonolog dalam hati, “dahulu kata kat aku jangan touching. tapi bila aku gurau dengan dia, dia marah aku pula. jangan nak bergurau”

 

Situasi di atas kerap berlaku dalam persahabatan. Adakala rakan-rakan kita suka bergurau dengan kita namun apabila kita bergurau pula, dia akan marah atau melenting. Jadi apa sewajarnya kita buat?

Bersabarlah dengan sahabat anda itu walaupun ia pahit untuk kita terima. Bersabar bukan bererti kita tidak menegur. Sekiranya kita mempunyai kekuatan, tegurlah sahabat kita itu. Elakkan lah bersikap ‘cakap belakang’ kecuali atas hal-hal tertentu seperti ingin meminta pendapat orang lain tentang situasi yang kita alami.

 

Bergurau adalah salah satu elemen yang penting dalam pergaulan sosial. Pergaulan akan nampak suram sekiranya tiada unsur gurauan. Hatta, rasulullah sendiri pun bergurau dengan sahabat-sahabatnya. Ini sangat jelas menunjukkan gurauan mengandungi unsur humor yang boleh mengeratkan lagi hubungan kita.

Namun begitu, sikap gurauan berlebihan boleh meretakkan hubungan silaturrahim yang terjalin. Ini kerana, ragam manusia tidak sama. Malah, manusia yang sama pun akan marah bila situasi ketika bergurau ia tidak ada dalam ’mood’ yang baik.

Jadikanlah Rasulullah sebagai contoh ketika kita ingin bergurau. Bersederhanalah ketika bergurau.

Ada sebuah hadith

Zuhudlah terhadap dunia, pasti Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, pasti manusia pun mencintaimu

.:ketika jari berbicara:.

Haramkah?

Haram-haramkah aku
Bila hatiku jatuh cinta
Tuhan pegangi hatiku
Biar aku tak jadi melanggar
Aku cinta pada dirinya
Cinta pada pandang pertama
Sifat manusia ada padaku
Aku bukan Tuhan

Haram-haramkah aku
Bila aku terus menantinya
Biar waktu berakhir
Bumi dan langit berantakan

Aku tetap ingin dirinya
Tak mungkin aku berdusta
Hanya Tuhan yang bisa jadikan
Yang tak mungkin menjadi mungkin


Aku hanya ingin cinta yang halal
Di mata dunia juga akhirat
Biar aku sepi aku hampa aku basi
Tuhan sayang aku
Aku hanya ingin cinta yang halal
Dengan dia tentu atas ijinNya
Ketika cinta bertasbih
Tuhan beri aku cinta
Ku menanti cinta…